Jumat, 12 Maret 2010


DBD
( DEMAM BERDARAH DENGUE )





OLEH
KELOMPOK 2
EDY RUDIANTO 09 1101 2022


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2010

BAB 1
PENDAHULUAN

Penyakit DBD merupakan masalah kesehatan masyarakat, di Negara – Negara tropis di kawasan pasifik barat dan asia tenggara. Di delapan Negara tropis DBD termasuk sepuluh penyakit utama penyebab kematian dan perawatan anak – anak di Rumah Sakit.Di Indonesia DBD pertama kali di temukan di Surabaya dan jakarta kemudian menyusul laporan dari daerah lain di Indonesia. DBD merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan, karena angka kematian yang tinggi, terutama pada anak dan penyebaran yang makin luas. Penyakit ini semula hanya di temukan di kota besar, namun beberapa tahun terakhir terdapat pula di daerah Sub urban dan pedesaan yang mulai padat penduduknya. ( suroso, 1984 ).
Angka kematian kasus DBD pada penderita yang tidak segera mendapat perawatan mencapai 50 %, tetapi angka tersebut dapat di turunkan menjadi 5 % bahkan 3 % atau lebih rendah lagi dengan tindakan cepat. Sampai saat ini diagnosis DBD terutama di dasarkan atas gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium darah untuk mengetahui gejala syoknya ( subandrio, 1989).
Meskipun telah banyak kemajuan telah dicapai dalam penanganan pasien DBD sehingga mortalitas sangat menurun tetapi morbiditas tetap tinggi, sehingga DBD tetap merupakan masalah kesehatan yang rumit. Keberhasilan penanganan penderita DBD berpangkal pada perawatan yang intensif karena masih banyak masalah pada penyakit ini yang belum dapat di terangkan. Dalam hal ini deteksi dini pendetrita dan pengawasan sangatlah penting artinya ( sunarto,1991 A ).
Insiden DBD meningkat pada musim hujan antara bulan oktober sampai maret / april tahun berikutnya, sehingga pada bulan – bulan tersebut kecurigaan terhadap DBD perlu lebih di pertinggi. Dengan kriteria WHO, maka setiap demam pada anak di daerah endemis DBD, lebih – lebih pada masa peledakan DBD harus di curigai sebagai DBD.meskipun gejala demikian bisa juga terdapat pada infeksi lain,seperti infeksi saluran kemih akut, faringitis akut, dan eksaserbasi demam rematik.anak dengan demam 2 – 7 hari di daerah endemis DBD lebih – lebih pada musim hujan harus dicurigai DBD( sunarto, 1991 B).
Penatalaksanaan syok pada DBD merupakan masalah yang penting karena angka kematian akan masih tinggi apabila syok akan di tanggulangi secara dini.perdarahan kulit merupakan bentuk perdarahan yang paling sering di temukan pada penderita DBD. Di daerah endemis DBD uji terniquet merupakan satu pemeriksaan penunjang presumtif bagi diagnosa DBD, apabila di lakukan pada anak yang menderita demam lebih dari 2 hari tampa sebab yang jelas.( sumarmo, 1983 ).

































BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA


Pengertian
¯ Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya disebut Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan (adsense.2009. ¶ 1. http://www.infopenyakit.com. Diperoleh tanggal 03 Maret 2010).
¯ Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai daengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjor & Suprohaita : 2000 : 419)
¯ Dengaue Haemoragic Fever adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue tipe I-IV dengan infeksi klinis dengan 5-7 hari disertai gejala paerdarahan dan jika timbul renjatan angka kaematiannya cukup tinggi (UPF IKA,1994 : 201)

Etiologi
¯ Virus Dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk kedalam Arbovirus (Arthropodborn Virus) group B, dari empat tipe yaitu virus Dengue Tipe I- IV tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologi
¯ Vektor
Virus Dengue serotype I – IV ditularkan melalui vector yaitu nyamuk Aedes Aegypty, nyamuk Aedes Albopictus, Aedes Polynesiensis dan beberapa species lain tetapi merupakan vector yang kurang berperan. Infaeksi dengan salah satu serotype akan menimbulkan antibody seumur hidupterhadap serotype yang bersangkutan, tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotype jenis yang lainnya (Arief Mansjoer & Suprohaita : 2000 ; 420)
Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan air yang bersih yang terdapat pada bejana-bejana yang terdapat di dalam rumah (AEdes Aegepty) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang-lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya (Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari adan senja hari (Soedarto : 1990 ; 37)
¯ Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan mendapat imunisasi yang specific tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya atau virus dengue tipe lainnya. DHF akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus dengan tipe tertaentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih, terjadi juga pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plaasenta (Soedarto, 1990 ; 38)

Patofisiologi
Bila virus dengue telah masuk ke tubuh penderita, akan menimbulkan viremia. Hal ini menyebabkan pengaktifan complement asehingga terjadi komplek imun Antibodi-virus. Pengaktifan tersebut akan membentuk dan melepaskan zat C3a, C5a, bradikinin, serotonin, trombin, histamine yang merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga terjadi hipertermi yang akan meningkatkan reabsorbsi Na + dan air sehingga terjadi hipovolumi. Hipovolumi juga dapat disebabkan peningkatan permiabilitas dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran plasma Adanya komplek imun antibody-virus juga menimbulkan agreggasi trombosit sehingga terjadi gangguan fungsi trombosit, trombositopeni, coagulopati. Ketiga hal tersebut menyebabkan perdarahan berlebihan yang jika berlanjut terjadi syok, dan jika syok tidak teratasi terjadi hypoxia jaringan dan akhirnya terjadi Asidosis metabolik. Asidosis metabolik juga bisa disebabkan karena kebocoran plasma, karena kebocoran plasma bisa menyebabkan perlemahan sirkulasi sistemik sehingga perfusi jaringan menurun, dan jika tidak teratasi akan terjadi hypoxia jaringan .
Masa inkubasi virus dengue 3 – 15 hari (rata-rata 5-8 hari). Virus hanya dapat hidup dalam sael hidup, sehingga harus bersaing dengan sel manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan tubuh manusia.
( PATOFISIOLOGI TERLAMPIR )

Klasifikasi
WHO 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan , yaitu :
Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji torniguet positif, trombositopenia, dan hemokonsentrasi
Derajat II : Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematomisis, melena, perdarahan gusi.
Derajat III : Diatandai oleh gejala kegagalan peredaran darah, seperti : nadi lemah dan cepat (> 120 x/mnt) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg), tekanan darah menurun.
Derajat IV : Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur, anggota gerak teraba dingin, berkeringat, kulit tampak biru.

Derajat (WHO 1997)
Derajat I Demam dengan test rumple leed positif
Derajat II Derajat I disertai dengan perdarahan spontan dikulit atau perdarahan lain
Derajat III Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun/hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan pasien amenjadi gelisah
Derajat IV syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur

Manifestasi klinik
v Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2-7 hari kemudian menuju turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsungnya demam, gejala-gejala klinik yang tidak specific misalnya : anoreksi,nyeri punggung, nyeri tulang dan persedian, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyertainya (Soedarto, 1990 : 39)
v Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2-3 demam dan pada umumnya terjadi pada kulit adan dapat berupa uji torniguet yang positif, mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, ptikie, dan purpura (Soedarto, 1990 ;39). Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan haematomisis (Nelson, 1993 ; 296). Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat (Ngastiyah, 1995 ; 349)
v Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang gizi ada juga hepatomegali. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal harus diperhatikan kemungkina akan terjadi renjata pada penderita (Soedarto, 1995 ; 39)
v Renjatan (syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak penderita sakit, dimulai dengan tanda-tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung jari tangan , jari kaki, sianosis di sekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukkan pragnosis yang buruk (Soedarto ; 39)
Tanda dan Gejala
Selain tanda dan gejala yang ditampulkan berdasarkan derajat penyakitnya, tanda dan gejala lain adalah :
hati membesar, nyeri tekan yang diperkuat dengan reaksi perabaan
Asites
Cairan dalam rongga pleura
Ensephalopathy : kejang, gelisah, soporus → koma
Gejala klinik lain, yaitu nyeri apigastrium, muntah-muntah, diare maupun obstipasi dan kejang-kejang (Soedarto, 1995 ; 39)

Pemeriksaan dan diagnosa
Untuk menegakkan diagnosa DHF selain pada pemeriksaan didapatkan gejala seperti yang telah dijelaskan sebelumnya juga dapat ditegakkan dangan pemeriksaan laboratorium, yakni :
Trombositopenia (≤ 100.000/mm3)
Hb dan PCV meningkat (≥ 20%)
Leukopenia, mungkin normal atau leukositosis
Isolasoi virus dengan serologi (UPF IKA, 1994)
Pemeriksaan serologi yaitu titer CF (Complement Fixation) dan anti bodi HI (Haemoglutination Inhibition) (WHO, 1998 : 69) yang hasilnya adalah :
Pada infeksi pertama dalam fase akut titer antibodi HI adalah kurang dari 1/20 dan meningkat sampai kurang dari 1/1280 dan pada stadium rekovalensi pada infeksi kedua atau selanjutnya titer antibodi HI dalam vase akut ≥ 1/20 dan akan meningkat dalam stadium rekovalensi sampai lebih dari 1/2560. Apabila titer HI pada vase akut ≥ 1/1280 maka kadang titernya dalam stadium rekovalensi tidak naik lagi. (UPF IKA, 1994 : 202)
Pada renjatan yang berat maka diperiksa :
Hb, PCV berulang kali (setiap jam atau 4-6 jam bila sudah menunjukkan tanda perbaikan
Faal haemostasis
X photo dada
Elektrokardiogram
Serum creatinin.

Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatan pasien DHF bersifat simtomatis dan suportif (Ngastiyah, 1995, 344)
DHF ringan tidak perlu dirawat, DHF sedang kadang-kadang tidak memerlukan perawatan, apabila orang tua dapat diikut sertakan dalam pengawasan penderita dirumah dengan kewaspadaan terjadinya syok, yaitu perburukan gejala klinik pada hari ke 3 – 7 sakit (Purnawan,dkk, 1995 ; 571)
Indikasi rawat inap pada dugaan infeksi virus Dengue , yaitu panas 1-2 hari disertai dehidrasi (karena panas, muntah, masukan kurang ), atau kejang-kejang. Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati, uji torniquet positif atau negatif, kesakitan, Hb dan PCV meningkat, panas disertai perdarahan, panas disertai renjatan. (UPF IKA, 1994; 203)

Penatalaksanaan DHF (UPF IKA, 1994; 203-206)
Belum atau tanpa renjatan
Grade I dan II
Hiperpireksia (suhu ≥ 40 ° C )
diatasi dengan antipiuretik dan “surface cooling”, antipiretik yang dapat diberikan adalah golongan asetaminofen, jangan diaberikan asetosal
Terapi Cairan
· Infus cairan RL dengan dosis 75 cc/kg BB/hari untuk anak dengan BB kurang dari 10 Kg atau 50 cc/kg BB/ hari untuk anak dengan BB lebih dari 10 Kg bersama-sama diberikan minum oralit, air buah, susu secukupnya
· Untuk kasus yang menunjukkan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak-banyaknya dan sesering mungkin
· Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalamkurung waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai berikut :
a. 100 cc/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 Kg
b. 75 cc/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30 Kg
c. 60 cc/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40 Kg
d. 50 cc/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50 Kg
e. Obat-obatan lain : Antibiotika apabila ada infeksi lain, antipiretik untuk anti panas, pemberian transfusi 15 cc/Kg BB/hari apabila terjadi perdarahan hebat.

Dengan Renjatan
Grade III
Berikan infus RL 20 cc/Kg BB/1 jam
Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur > 80 mmHg dan nadi teraba dengan frekwensi < 120 x/mnt, dan akral hangat) lanjutkan dengan RL 10 cc/Kg BB/1 jam. Jika nadi dan tensi stabil lanjutkan infus terasebut dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan kebutuhan cairan dalam kurun waktu 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi dengan sisa waktu (24 jam dikurangi waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan) perhitungan kebutuhan cairan dalam waktu 24 jam sama dengan tersebut di atas.
Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 cc/Kg BB/1 jam tensi masih terukur kurang dari 80 mmHg dan nadi cepat & lemah, akral dingin maka penderita tersebut memperoleh plasma atau plasma expander (Dextran L atau yang lainnya sebanyak 10 cc/KgBB/1 jam dan dapat diulang maximal 30 cc/ Kg BB dalam kurun waktu 24 jam) Jika keadaan umum membaik dilanjutkan cairan RL sebanyak kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Apabila 1 jam setelah pemberian cairan RL 10 cc/Kg BB/ 1 Jam keadaan atensi menurun lagi, tetapi masih terukur kurang dari 80 mmHg, nadi cepat & lemah, akral dingin, maka penderita tersebut harus memperoleh plasma atau plasma expander atau dextran L atau yang lainnya sebanyak 10 cc/Kg BB/1 jam dan dapat diulag maximal 30 cc/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam.

Pencegahan Penyakit Demam Berdarah
Pencegahan dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk diwaktu pagi sampai sore, karena nyamuk aedes aktif di siang hari (bukan malam hari). Misalnya hindarkan berada di lokasi yang banyak nyamuknya di siang hari, terutama di daerah yang ada penderita DBD nya. Beberapa cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD melalui metode pengontrolan atau pengendalian vektornya adalah :
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat. perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah.
Pemeliharaan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang) pada tempat air kolam, dan bakteri (Bt.H-14).
Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion).
Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
(adsense.2009. ¶ 1. http://www.infopenyakit.com. Diperoleh tanggal 03 Maret 2010).







BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DBD


Dalam asuhan keperawatan digunakan pendekatan proses keperawatan sebagai cara untuk mengatasi masalah klien.
Proses keperawatan terdiri dari 5 tahap yaitu : pengkajian keperawatan, identifikasi, analisa masalah (diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi).
Pengkajian Keperawatan
Dalam memberikan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal penting dilakukan oleh perawat. Hasil pengkajian yang dilakukan perawat terkumpul dalam bentuk data. Adapun metode atau cara pengumpulan data yang dilakukan dalam pengkajian : wawancara, pemeriksaan (fisik, laboratorium, rontgen), observasi, konsultasi.
a. Data subyektif
Adalah data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien atau keluarga pada pasien DHF, data obyektif yang sering ditemukan menurut Christianti Effendy, 1995 yaitu :
Lemah.
Panas atau demam.
Sakit kepala.
Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.
Nyeri ulu hati.
Nyeri pada otot dan sendi.
Pegal-pegal pada seluruh tubuh.
Konstipasi (sembelit).
b. Data obyektif :
Adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat atas kondisi pasien. Data obyektif yang sering dijumpai pada penderita DHF antara lain :
Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan.
Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor.
Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+), epistaksis, ekimosis, hematoma, hematemesis, melena.
Hiperemia pada tenggorokan.
Nyeri tekan pada epigastrik.
Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa.
Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.
Pemeriksaan laboratorium pada DHF akan dijumpai :
Ig G dengue positif.
Trombositopenia.
Hemoglobin meningkat > 20 %.
Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat).
Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia.
ada hari ke- 2 dan ke- 3 terjadi leukopenia, netropenia, aneosinofilia, peningkatan limfosit, monosit, dan basofil
SGOT/SGPT mungkin meningkat.
Ureum dan pH darah mungkin meningkat.
Waktu perdarahan memanjang.
Asidosis metabolik.
Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan.

Diagnosa Keperawatan
Beberapa diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien DHF menurut Christiante Effendy, 1995 yaitu :
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia).
Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit.
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma.
Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah.
Resiko terjadi syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh.
Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (pemasangan infus).
h.Resiko terjadi perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.
Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan yang dialami pasien.
Perencanaan Keperawatan
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia).
Tujuan :
Suhu tubuh normal (36 – 370C).
Pasien bebas dari demam.
Intervensi :
1. Kaji saat timbulnya demam.
Rasional : untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
2. Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam.
Rasional : tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
3. Anjurkan pasien untuk banyak minum liter/24 jam.
Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.
4. Berikan kompres hangat.
Rasional : Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang mempercepat penurunan suhu tubuh.
5. Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal.
Rasional : pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh.
6. Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter.
Rasional : pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi.

Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit.
Tujuan :
Rasa nyaman pasien terpenuhi.
Nyeri berkurang atau hilang.
Intervensi :
Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
Berikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang tenang.
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri
Alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri.
Rasional : Dengan melakukan aktivitas lain pasien dapat melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami.
Berikan obat-obat analgetik
Rasional : Analgetik dapat menekan atau mengurangi nyeri pasien.

Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan posisi yang diberikan /dibutuhkan.
Intervensi :
Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami pasien.
Rasional : Untuk menetapkan cara mengatasinya.
Kaji cara / bagaimana makanan dihidangkan.
Rasional : Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan pasien.
Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur.
Rasional : Membantu mengurangi kelelahan pasien dan meningkatkan asupan makanan .
Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
Rasional : Untuk menghindari mual.
Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari.
Rasional : Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi.
Berikan obat-obatan antiemetik sesuai program dokter.
Rasional : Antiemetik membantu pasien mengurangi rasa mual dan muntah dan diharapkan intake nutrisi pasien meningkat.
Ukur berat badan pasien setiap minggu.
Rasional : Untuk mengetahui status gizi pasien

Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma.
Tujuan :
Volume cairan terpenuhi.
Intervensi :
Kaji keadaan umum pasien (lemah, pucat, takikardi) serta tanda-tanda vital.
Rasional : Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui penyimpangan dari keadaan normalnya.
Observasi tanda-tanda syock.
Rasional : Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok.
Berikan cairan intravena sesuai program dokter
Rasional : Pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang mengalami kekurangan cairan tubuh karena cairan tubuh karena cairan langsung masuk ke dalam pembuluh darah.
Anjurkan pasien untuk banyak minum.
Rasional : Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh.
Catat intake dan output.
Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan.

Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah.
Tujuan :
Pasien mampu mandiri setelah bebas demam.
Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi
Intervensi :
Kaji keluhan pasien.
Rasional : Untuk mengidentifikasi masalah-masalah pasien.
Kaji hal-hal yang mampu atau yang tidak mampu dilakukan oleh pasien.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat ketergantungan pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan aktivitasnya sehari-hari sesuai tingkat keterbatasan pasien.
Rasional : Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh pasien pada saat kondisinya lemah dan perawat mempunyai tanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari pasien tanpa mengalami ketergantungan pada perawat.
Letakkan barang-barang di tempat yang mudah terjangkau oleh pasien.
Rasional : Akan membantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan orang lain.

Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh
Tujuan :
Tidak terjadi syok hipovolemik.
Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Keadaan umum baik.
Intervensi :
1. Monitor keadaan umum pasien
Rasional : memantau kondisi pasien selama masa perawatan terutama pada saat terjadi perdarahan sehingga segera diketahui tanda syok dan dapat segera ditangani.
2. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 sampai 3 jam.
Rasional : tanda vital normal menandakan keadaan umum baik.
3. Monitor tanda perdarahan.
Rasional : Perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga pasien tidak sampai syok hipovolemik.
4. Chek haemoglobin, hematokrit, trombosit
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien sebagai acuan melakukan tindakan lebih lanjut.
5. Berikan transfusi sesuai program dokter.
Rasional : Untuk menggantikan volume darah serta komponen darah yang hilang.
6. Lapor dokter bila tampak syok hipovolemik.
Rasional : Untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut sesegera mungkin.

Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (infus).
Tujuan :
Tidak terjadi infeksi pada pasien.
Intervensi :
Lakukan teknik aseptik saat melakukan tindakan pemasangan infus.
Rasional : Tindakan aseptik merupakan tindakan preventif terhadap kemungkinan terjadi infeksi.
Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : Menetapkan data dasar pasien, terjadi peradangan dapat diketahui dari penyimpangan nilai tanda vital.
Observasi daerah pemasangan infus.
Rasional : Mengetahui tanda infeksi pada pemasangan infus.
Segera cabut infus bila tampak adanya pembengkakan atau plebitis.
Rasional : Untuk menghindari kondisi yang lebih buruk atau penyulit lebih lanjut.

Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.
Tujuan :
Tidak terjadi tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
Jumlah trombosit meningkat.
Intervensi :
1. Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai gejala klinis.
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda kebocoran pembuluh darah.
2. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat
Rasional : Aktivitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan perdarahan.
3. Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda perdarahan lebih lanjut.
Rasional : Membantu pasien mendapatkan penanganan sedini mungkin.
4. Jelaskan obat yang diberikan dan manfaatnya.
Rasional : Memotivasi pasien untuk mau minum obat sesuai dosis yang diberikan.

Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan yang dialami pasien.
Tujuan :
Kecemasan berkurang.
Intervensi :
Kaji rasa cemas yang dialami pasien.
Rasional : Menetapkan tingkat kecemasan yang dialami pasien.
Jalin hubungan saling percaya dengan pasien.
Rasional : Pasien bersifat terbuka dengan perawat.
Tunjukkan sifat empati
Rasional : Sikap empati akan membuat pasien merasa diperhatikan dengan baik.
Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional : Meringankan beban pikiran pasien.
Gunakan komunikasi terapeutik
Rasional : Agar segala sesuatu yang disampaikan diajarkan pada pasien memberikan hasil yang efektif.

Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien anak dengan DHF disesuaikan dengan intervensi yang telah direncanakan.
Evaluasi Keperawatan.
Hasil asuhan keperawatan pada klien anak dengan DHF sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi ini didasarkan pada hasil yang diharapkan atau perubahan yang terjadi pada pasien.
Adapun sasaran evaluasi pada pasien demam berdarah dengue sebagai berikut :
Suhu tubuh pasien normal (36- 370C), pasien bebas dari demam.
Pasien akan mengungkapkan rasa nyeri berkurang.
Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan atau dibutuhkan.
Keseimbangan cairan akan tetap terjaga dan kebutuhan cairan pada pasien terpenuhi.
Aktivitas sehari-hari pasien dapat terpenuhi.
Pasien akan mempertahankan sehingga tidak terjadi syok hypovolemik dengan tanda vital dalam batas normal.
Infeksi tidak terjadi.
Tidak terjadi perdarahan lebih lanjut.
Kecemasan pasien akan berkurang dan mendengarkan penjelasan dari perawat tentang proses penyakitnya.






ASUHAN KEPERAWATAN MATA PADA KLIEN
DENGAN KALAZION



Disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah Mata
Semester 2 Tahun 2010








Oleh :

Edy Rudianto NIM : 09 1101 2022
Luluk Hasanah NIM : 09 1101 2023




PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2010

ASUHAN KEPERAWATAN MATA
PADA KLIEN DENGAN KALAZION


Analisa Data


Tgl
/ Jam Pengelompokan Data Masalah Kemungkinan Penyebab
Ds :
1 Klien mengatakan kelopak matanya besar / bengkak
2 Klien mengeluh nyeri (kadang)
3 Adanya rasa mengganjal pada kelopak mata
4 Klien merasa silau ketika kena cahaya
Do :
1 Adanya nyeri tekan
2 Tidak ada tanda radang akut seperti pada Hordeolum
3 Pada perabaan terasa keras
4 Adanya bengkak pada kelenjar meibom
5 Kelopak tampak sebagian menutupi bola mata
6 Pada kelopak mata yang bengkak sering mengeluarkan air mata




Gangguan Rasa Nyaman
Pembengkakan Pada Kelenjar Meibom
Ds :
5 Klien merasa malu dengan pembengkakan di kelopak matanya
6 Klien mengatakan kelopak matanya besar / bengkak
Do :
7 Adanya pembengkakan pada kelenjar meibom
8 Klien tampak menutupi Kelopak matanya (kelenjar meibom) yang bengkak
9 Tampak kelopak mata (kelenjar meibom yang bengkak)

Gangguan Konsep Diri
Pembengkakan Kelenjar Meibom
Ds :
7 Klien mengatakan kelopak matanya besar / bengkak
8 Klien mengeluh nyeri (kadang)
9 Adanya rasa mengganjal pada kelopak mata
Do :
10 Adanya pembengkakan pada kelenjar meibom
11 Pembengkakan mengganggu Lapang penglihatan
Risiko Gangguan Penglihatan
Penekanan Kalazion terhadap Kornea




Diagnosa Keperawatan


Tgl / Jam Diagnosa Keperawatan
Gangguan rasa nyaman yang berhubungan dengan pembengkakan pada kelenjar meibom ditandai rasa mengganjal, Kelelahan pada mata, sensitif terhadap cahaya dan epifora
Gangguan konsep diri (Citra tubuh) yang berhubungan dengan perubahan bentuk organ penglihatan yang mengganggu penampilan
Risiko gangguan penglihatanyang berhubungan dengan penekanan Kalazion terhadap kornea / bola mata yang menyebabkan ganguan refraksi (astigmatisme)


























PerencanaPerencanaan

TGL / Jam Masalah Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan Rasional
Gangguan rasa nyaman yang berhubungan dengan pembengkakan pada kelenjar meibom ditandai rasa mengganjal, Kelelahan pada mata, sensitif terhadap cahaya dan epifora ditandai dengan :
Ds :
10 Klien mengatakan kelopak matanya besar / bengkak
11 Klien mengeluh nyeri (kadang)
12 Adanya rasa mengganjal pada kelopak mata
13 Klien merasa silau ketika kena cahaya
Do :
12 Adanya nyeri tekan
13 Tidak ada tanda radang akut seperti pada Hordeolum
14 Pada perabaan terasa keras
15 Adanya bengkak pada kelenjar meibom
16 Kelopak tampak sebagian menutupi bola mata
17 Pada kelopak mata yang bengkak sering mengeluarkan air mata
Tujuan :
Klien bisa beradaptasi dengan keadaannya

KH :
- Klien tampak rileks
- Tidak melaporkan keluhan-keluhan ketidaknyamanan seperti adanya rasa mengganjal di kelopak mata. 1. Kaji hal-hal / posisi yang membuat / mengganggu kenyamanan.



2. Memberikan kompres hangat sekitar 5 menit pada kelopak mata yang mengalami pembengkakan.



3. Anjurkan klien untuk membatasi aktifitas yang / hal yang membuat / menambah rasa nyaman terganggu.



4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Antibiotik dan analgesik yang sesuai. 1. Posisi yang tidak nyaman dapat memperparah keadaan umum klien sehingga posisi ini seharusnya sedapat mungkin haruus dihindari.

2. Kompres hangat dapat menurunkan pembengkakan dan menimbulkan rasa nyaman pada area yang dikompres ( vasodilatasi)


3. tidak semua aktivitas bisa diterima dalam hal orang merasa tidak nyaman, tidak jarang orang jauh merasa tidak nyaman dalam posisi-posisi tertentu

4. Pemberian antibiotik sebagai profilaksis terhadap Kalazion dan Pemberian antipiretik dapat mengurangi rasa tidak nyaman yang terjadi.
Gangguan konsep diri (Citra tubuh) yang berhubungan dengan perubahan bentuk organ penglihatan yang mengganggu penampilan ditandai dengan :
Ds :
14 Klien merasa malu dengan pembengkakan di kelopak matanya
15 Klien mengatakan kelopak matanya besar / bengkak
Do :
18 Adanya pembengkakan pada kelenjar meibom
19 Klien tampak menutupi Kelopak matanya (kelenjar meibom) yang bengkak
20 Tampak kelopak mata (kelenjar meibom yang bengkak)





Tujuan :
Klien dapat menerima keadaan dirinya.

KH:
Klien mengatakan sudah tidak malu dengan keadaannya.
- Pembesaran kelenjar meibom

1. Dorong pengungkapan perasaan klien




2. Amati komunikasi non verbal



3. Diskusikan pandangan klien terhadap citra diri



4. Kenali langkah-langkah adaptasi klien untuk menentukan situasi saat ini
1. Pengungkapan perasan terhadap apa yang diterima dirinya dapat mengurangi beban yang mengganggu sehingga klien dapat menerima perubahan yang terjadi.

2. Bahasa non verbal adalah bahasa yang penting yang menunjukkan keadaan pada orang / klien.

3. Diskusi terhadap apa yang terjadi pada diri klien terutama terhadap citra dirinya sekarang membuat diri klien bisa menerima keadaannya.

4. Perubahan yang terjadi pada diri seseorang membuat orang tersebut harus bisa beradaptasi dengan perubahannya, sehingga perlu dikenali adaptasi yang positif mengenai perubahan tersebut.

Risiko gangguan penglihatan yang berhubungan dengan penekanan Kalazion terhadap kornea / bola mata yang menyebabkan ganguan refraksi (astigmatisme) ditandai dengan :
Ds :
16 Klien mengatakan kelopak matanya besar / bengkak
17 Klien mengeluh nyeri (kadang)
18 Adanya rasa mengganjal pada kelopak mata
Do :
21 Adanya pembengkakan pada kelenjar meibom
22 Pembengkakan mengganggu Lapang penglihatan Tujuan :
Gangguanm penglihatan tidak terjadi.

KH :
-1 Tidak terjadi pembengkakan
-2 Tidak terjadi kelainan refraksi
-3 Tidak terjadi penekanan pada bola mata 1. Kaji pembengkakan yang terjadi, area pembengkakan, luas dan besar pembengkakan.

2. Anjurkan klien untuk pengungkapan semua hal-hal yang dirasakan terutama dengan penglihatannya



3. Bantu klien untuk memilih posisi yang memungkinkan klien penglihatannya tidak terganggu



4. Kolaborasi untuk melakukan kuretase / insisi
1. Area, Luas dan besar pembengkakan dapat menentukan adanya gangguan penglihatan yang serius.
2. Penglihatan orang lain adalah hal yang tidak bisa kita rasakan sehingga pengungkapan perasaan terhadap keadaannya dapat membantu perawat dalam mengenal apa yang dirasakan pasien
3. Pembengkakan yang semakin besar dan penekanan terhadap bola mata mengakibatkan penglihatan terganggu sehingga perlu mendapat bantuan untuk memilih posisi yang tepat
4. Tindakan Insisi / Kuretase adalah tindakan yang tepat untuk mengatasi pembersaran kelenjar meibom yang besar yang mengganggu penglihatan








Lampiran Materi Kalazion :

Definisi
Kalazion merupakan peradangan granulomatosa kelenjar meibom yang tersumbat. Pada kalazion terjadi penyumbatan kelenjar meibom dengan infeksi ringan yang mengakibatkan peradangan kronis kelenjar tersebut..
Awalnya dapat berupa radang ringan dan nyeri tekan mirip hordeolum-dibedakan dari hordeolum karena tidak ada tanda-tanda radang akut.
(Cientha, 2007, ¶ 1, http://ichanx.blogdrive.com. Diperoleh tanggal 07-03-2010)






Gambar Kalazion

Etiologi
Kalazion tumbuh di dalam kelenjar Meibom pada kelopak mata.
Hal ini terjadi akibat penyumbatan pada saluran kelenjar Meibom.
Kelenjar Meibom adalah kelenjar sebasea, yang menghasilkan minyak yang membentuk permukaan selaput air mata. ( Aninomous, 2006, ¶ 1, http://medicastore..com. Diperoleh tanggal 07-03-2010)

Patofisiologi
( Di lampiran terakhir )

Gejala Klinis
Pasien biasanya datang dengan riwayat singkat adanya keluhan pada palpebra baru-baru ini, diikuti dengan peradangan akut (misalnya merah, pembengkakan, perlunakan). Seringkali terdapat riwayat keluhan yang sama pada waktu yang lampau, karena kalazion memiliki kecenderungan kambuh pada individu-individu tertentu.
Kalazion lebih sering timbul pada palpebra superior, di mana jumlah kelenjar Meibom terdapat lebih banyak daripada palpebra inferior. Penebalan dari saluran kelenjar Meibom juga dapat menimbulkan disfungsi dari kelenjar Meibom. Kondisi ini tampak dengan penekanan pada kelopak mata yang akan menyebabkan keluarnya cairan putih seperti pasta gigi, yang seharusnya hanya sejumlah kecil cairan jernih berminyak.
Kalazion dihubungkan dengan disfungsi kelenjar sebasea dan obstruksi di kulit (seperti komedo, wajah berminyak). Juga mungkin terdapat akne rosasea berupa kemerahan pada wajah (facial erythema), teleangiektasis dan spider nevi pada pipi, hidung, dan kulit palpebra ( Medzone, 2008, ¶ 8, http://medispot.blogspot.com, diperoleh tanggal 07-03-2010).

Diagnosa Banding

1 Karsinoma sel basal pada palpe
2 Blefaritis
3 Selulitis pada orbita
4 Konjungtivitis bakterialis
5 Komplikasi akibat lensa kontak
6 Dermatitis atopik
Dermatitits kontak
7 Kista dermoid pada orbita 8 Herpes Simplek
9 Hordeolum
10 Herpes Zoster
11 Tumor Orbita
12 Gigitan Serangga
13 Karsinoma Kelenjar Sebasea
14 Obstruksi Duktus lakrimalis
15 dll
( Medzone, 2008, ¶ 9, http://medispot.blogspot.com, diperoleh tanggal 07-03-2010).

Penatalaksanaan
Perawatan Medis
Kalazion yang kecil dan tanpa disertai nyeri dapat diabaikan. Pengobatan secara konservatif seperti pemijatan pada palpebra, kompres hangat, dan steroid topikal ringan biasanya dapat berhasil dengan baik. Pada sebagian besar kasus, pembedahan hanya dilakukan bila pengobatan selama berminggu-minggu tidak membuahkan hasil.
Sebagian besar kalazion berhubungan dengan kalazion lain yang berlokasi di bagian yang lebih dalam dari palpebra. Isi dari kalazion marginalis murni akan menyatu bila 2 buah kapas didorong ke arah tepi palpebra dari kedua sisinya. Jika isi kalazion tidak daapt dikeluarkan, lakukan insisi distal kalazion dan isinya dikerok.
Penatalaksanaan dari kalazion terinfeksi (misalnya hordeolum interna) meliputi pemanasan, serta antibiotik topikal dan atau sistemik. Pada beberapa kasus mungkin diperlukan insisi dan drainase. Yang dikeluarkan hanyalah pus, kuretase atau kerokan yang berlebihan dapat memperluas infeksi dengan rusaknya jaringan. Steriod topikal diperlukan untuk mencegah terjadinya reaksi peradangan kronis yang dapat menimbulkan sikatrik.
Perawatan Pembedahan
Drainase dilakukan melalui tindakan insisi dan kuretase transkonjungtival. Sebelumnya diberikan anestesi lokal infiltrasi, atau dapat juga dengan menggunakan anestesi topikal berbentuk krim untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien anak-anak.
Gunakan klem kalazion untuk membalikkan kelopak mata dan untuk mengontrol perdarahan. Lakukan insisi vertikal dengan pisau tajam, tidak kurang dari 2-3 mm dari tepi palpebra. Hindari perforasi pada kulit. Kerok isi kalazion, termasuk batas kantongnya. Lakukan penekanan selama beberapa menit untuk menghentikan perdarahan. Balut luka selama beberapa jam.
Jika sebelumnya pernah dilakukan drainase eksternal, maka dianjurkan pendekatan eksternal. Buat insisi horisontal, sedikitnya 3 mm dari tepi palpebra pada daerah lesi. Jangan sampai melukai jarinagn yang sehat. Setelah perdarahan berhenti, lakukan penjahitan yang sesuai. Penyatuan yang baik antara kulit dan konjungtiva memerlukan perencanaan yang baik mengenai lokasi sayatan guna mencegah pembentukan fistula. Kauterisasi dengan fenol atau asam trikloroasetat setelah insisi dan drainase dapat mencegah terjadinya kembali kalazion.
Kalazion yang besar, atau yang dibiarkan berlangsung lama, serta kalazion yang mengalami fibrosisi luas mungkin membutuhkan eksisi yang lebih besar, termasuk pengangkatan sebagian lempeng tarsal. Kalazion multipel harus disayat dengan hati-hati agar tidak terjadi deformitas luas pada palpebra, sehingga memungkinkan lempeng tarsal sembuh tanpa meninggalkan celah.
Suntikan kortikosteroid lokal intralesi (0,5-2 mL triamsinolon asetonid 5 mg/mL) daapt diberikan dan diulang dalam 2-7 hari.
Aktivitas
Kebiasaan sehari-hari seperti tidur cukup, pajanan sinar matahari tidak terlalu sering, olah raga, dan udara segar mungkin dapat bermanfaat bagi kesehatan dan kebersihan kulit dan kelenjar-kelenjar yang terdaapt pada palpebra. Stress sering dikaitkan dengan kejadian kalazion berulang, meskipun peranannya sebagai penyebab belum dapat dibuktikan ( Medzone, 2008, ¶ 12, http://medispot.blogspot.com, diperoleh tanggal 07-03-2010).
Medikamentosa
Terapi dengan pengobatan jarang diperlukan, kecuali pada rosasea, mungkin dapat diberikan tertrasiklin dosis rendah selama enam bulan. Dosisnya adalah Doksisiklin tablet 100 mg/minggu selama 6 bulan mungkin dapat menimbulkan perubahan biokimiawi, yaitu pembentukan asam lemak rantai pendek yang dibandingkan dengan produksi asam lemak rantai panjang lebih jarang menimbulkan sumbatan pada mulut kelenjar. Meskipun nampak bernanah, antibiotik topikal tidak berguna pada kondisi ini, karena kalazion tidak infeksius. Tetrasiklin sistemik dapat berguna. Namun pemberian tetes mata lokal malah akan dapat menyebabkan dermatitis kontak daripada membantu. Steroid topikal daapt sangat membantu untuk mengurangi peradangan dan mengurangi edema, membantu proses drainase ( Medzone, 2008, ¶ 15, http://medispot.blogspot.com, diperoleh tanggal 07-03-2010).


Obat-obatan
Antibiotik, tidak memiliki indikasi untuk pengobatan infeksinya. Efek yang signifikan dapat diperoleh dengan pemberian jangka panjang tetrasiklin dosis rendah.
Kortikosteroid, memiliki sifat anti inflamasi namun dapat menyebabkan efek metabolik ( Medzone, 2008, ¶ 16, http://medispot.blogspot.com, diperoleh tanggal 07-03-2010).
Komplikasi
Drainase marginal kalazion dapat menyebabkan terbentuknya tonjolan, trikiasis, dan hilangnya bulu mata. Diperlukan biopsi untuk menyingkirkan adalnya kalazion yang rekuren/berulang. Ingatkan petugas patologi anatomi untuk memperhatikan adanya tanda-tanda karsinoma sel sebasea. Pada penderita kalazion dapat terjadi astigmatisma jika massa palpebra mencapai bagian kornea. Kalazion yang didrainase secar tidak sempurna dapat megakibatkan timbulnya massa besar terdiri dari jaringan granuloma yang jatuh ke konjungtiva atau kulit ( Medzone, 2008, ¶ 17, http://medispot.blogspot.com, diperoleh tanggal 07-03-2010).

Prognosis
Pasien yang memperoleh perawatan biasanya memperoleh hasil yang baik. Seringkali timbul lesi baru, dan rekuren dapat terjadi pada lokasi yang sama akibat drainase yang kurang baik. Kalazion yang tidak memperoleh perawatan dapat mengering dengan sendirinya, namun sering terjadi peradangan akut intermiten ( Medzone, 2008, ¶ 18, http://medispot.blogspot.com, diperoleh tanggal 07-03-2010).






PATOFISIOLOGI
Perjalanan penyakit Kalazion dan implikasi keperawatan

Sekret
PENGALAMAN SEKSUALITAS
PADA WANITA HAMIL
(STUDI FENOMENOLOGI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BALUNG KABUPATEN JEMBER JAWA TIMUR)


Proposal Penelitian

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan



OLEH
EDY RUDIANTO (09 1101 2022)
Diserahkan tanggal 1 Maret 2010


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2010




BAB I
PENDAHULUAN


Latar Belakang
Seks adalah hal yang naluriah, alami, biologis, instingtif, dan berhubungan dengan keinginan dan kebutuhan dasar manusia. Sama seperti makan, seks masuk dalam wilayah kebutuhan-kebutuhan dasar yang (biasanya) harus terpenuhi, terkecuali bagi beberapa orang. Kebutuhan seksual menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia, sama dengan kebutuhan untuk bertahan hidup. Bahkan seorang Freud mengatakan bahwa hasrat seksual (libido) adalah sebuah hasrat untuk (bertahan) hidup (Anonymous, 2007, ¶ 5, http://fertobhades.wordpress.com, diperoleh 24 Februari 2010). Berhubungan seks bagi pasangan suami isteri yang sah merupakan salah satu bentuk pernyataan kasih sayang, kebersamaan dan kedekatan perasaan dalam hubungan suami isteri. Namun, ketika sang isteri hamil, banyak kebingungan dan keragu-raguan bahkan ketakutan yang dialami oleh pasangan suami isteri dalam melakukan hubungan seks (Anonymous, 2007, ¶ 1, http://bidanku.com, diperoleh 24 Februari 2010).

Berdasarkan suatu penelitian oleh Susan Hetherington, seorang bidan psikiatris dan profesor bersertifikat pada departement of Psychiatricand Community Nursing, University of Maryland School of Nursing, Baltimore tahun 2001 terhadap pasangan-pasangan. Saat trimester ketiga sebanyak 75% wanita melaporkan hilangnya gairah seksual mereka pada masa-masa akhir kehamilan (Andy V.G (2008, dalam Pratiwi, 2009, ¶ 8, http://dahsyaat.com, diperoleh 24 Februari 2010)). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ginanjar Dini Pratiwi tahun 2009, diperoleh hasil dari 6 orang yang memeriksakan kehamilannya selama tanggal 22-23 Januari 2009, terdapat 4 ibu hamil yang cemas dalam melakukan hubungan seksual. Sejumlah 2 orang Ibu hamil tidak pernah berhubungan seksual selama hamil dan 2 orang yang lainnya mengalami penurunan frekuensi berhubungan seksual selama hamil (Pratiwi, 2009, ¶ 8, http://dahsyaat.com, diperoleh 24 Februari 2010).

Pada wanita hamil terdapat perubahan-perubahan terhadap organ-organ reproduksinya seperti perubahan pada uterusnya, Payudara dan organ-organ lain yang menyebabkan ketidaknyamanan terhadap perubahan yang terjadi (Zunifah, 2008 , ¶ 3, http://harnawatiaj.wordpress.com, diperoleh 24 Februari 2010). Selama tiga bulan pertama kehamilan, terdapat variasi keluhan dan perilaku seksual di kalangan wanita hamil. Wanita yang mengalami keluhan mual dan muntah hebat, merasakan dorongan seksualnya menurun, yang mengakibatkan berkurangnya frekuensi semua aktivitas seksual. Keadaan ini mudah dipahami karena mual dan muntah yang terjadi selama hamil muda cukup menimbulkan gangguan bagi kesehatan tubuh secara umum.Tetapi sebagian wanita, yang tidak diganggu oleh muntah atau keluhan-keluhan lain, justru mengalami peningkatan dorongan seksual. Dengan demikian frekuensi hubungan seksualnya semakin sering. Tentu saja kalau pasangannya bersedia untuk itu. Tetapi kalau pasangannya merasa tidak bergairah karena tidak tertarik kepada istrinya yang mengalami perubahan fisik, tentu frekuensj hubungan seksual menjadi semakin jarang. Selama tiga bulan kedua kehamilan, 80% wanita hamil merasakan peningkatan dorongan seksual dan reaksi seksualnya yang terekspresi dengan semakin seringnya melakukan hubungan seksual. Sebaliknya, selama tiga bulan terakhir masa kehamilan, kelelahan terasa meningkat, sehingga dorongan seksual dan reaksi seksual menurun. Akibatnya frekuensi hubungan seksual menjadi sangat berkurang (Wimpie Pangkahila, 2007, ¶ 4, http://bibilung.wordpress.com, diperoleh 26 Februari 2010).

Hubungan Seks ataupun orgasme tidak berbahaya untuk bayi karena adanya lendir dari cervik (mulut rahim) dari ibu yang membantu melawan terhadap kuman / infeksi yang akan masuk ke dalam pintu rahim, dan secara alamiah Tuhan menciptakan suatu perlindungan yang aman pada bayi dalam kandungan, sehingga bayi terlindung. Bayi dalam kandungan berada dalam kantung rahim dan cairan ketuban serta otot rahim dan perut yang kuat yang melindungi bayi selama dalam proses kehamilan (Suririnah, 2004, ¶ 1, http://www.infoibu.com, diperoleh 24 Februari 2010). Mitos mengatakan bahwa selama wanita hamil, hubungan seksual tidak boleh dilakukan agar tidak mengganggu perkembangan bayi. Sebaliknya ada anggapan lain yang menyatakan bahwa hubungan seksual tidak menimbulkan akibat apa pun terhadap kehamilan, sehingga boleh saja dilakukan seperti sebelumnya. Anggapan ini juga tidak selalu benar, tergantung kondisi kehamilannya (Wimpie Pangkahila, 1999, ¶ 3, http://www.balita-anda.com). Setiap wanita hamil memiliki pengalaman yang berbeda – beda dalam kehidupan seksualnya selama kehamilan. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik mengeksplorasi tentang Pengalaman Seksualitas pada Wanita Hamil.

Rumusan Masalah
1. Pernyataan Masalah
Kebutuhan seksual menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia. Pada trimester I kehamilan, ibu akan mengalami penurunan libido sebaliknya pada trimester II ibu akan mengalami peningkatan libido dan akan turun kembali pada trimeseter III. Pada umumnya kehamilan diduga merupakan salah satu faktor yang menghambat pasangan melakukan hubungan seksual. Setiap wanita hamil akan memiliki pengalaman yang berbeda – beda dalam melakukan aktifitas seksualnya.

2. Pertanyaan masalah
Bagaimana pola hubungan seksual pada wanita hamil?
Bagaimana frekuensi hubungan seksual pada wanita hamil?
Apakah dampak psikologi yang dialami wanita hamil?
Bagaimana gangguan seksual yang dialami selama masa kehamilan?
Bagaimana mekanisme koping wanita hamil?
Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi Pengalaman Seksualitas pada Wanita yang sedang hamil di wilayah kerja Puskesmas Balung Kabupaten Jember.


2. Tujuan Khusus
Mengidentifikasi pola hubungan seksual pada wanita hamil?
Mengidentifikasi frekuensi hubungan seksual pada wanita hamil?
Mengidentifikasi dampak psikologi yang dialami wanita hamil?
Mengidentifikasi gangguan seksual yang dialami selama masa kehamilan?
Mengidentifikasi mekanisme koping wanita hamil?
SEKSUALITAS WANITA HAMIL


Proposal Buku

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Tugas Mata Kuliah Pendidikan Dalam Keperawatan





OLEH
EDY RUDIANTO
NIM. 09 1101 2022


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2010
Proposal Buku
SEKSUALITAS PADA WANITA HAMIL

Sinopsis dan Outline
1. Sinopsis
Buku ini menjelaskan tentang hal-hal yang dialami ibu hamil seputar seksualitas dan masalah masalah yang terjadi selama kehamilannya. Sebelumnya juga di jelaskan Konsep Kehamilan mulai dari Proses terjadinya kehamilan sampai Ibu dinyatakan Hamil. Di jelaskan juga hal-hal yang akan terjadi pada trimester pertama, trimester kedua dan trimester ketiga. Mitos-mitos yang berkembang di suatu masyarakat yang belum tentu kebenarannya juga di jelaskan, serta di lengkapi tanggapan dari para ahli mengenai mitos-mitos tersebut apakah memang berdampak negatif dan memang tidak boleh dilakukan atau sebaliknya. Selain itu di dijelaskan juga mengapa konsep seksualitas pada wanita hamil perlu diketahui oleh banyak orang terutama pada ibu hamil dan pasangan ibu hamil itu sendiri.
2. Outline
Judul Buku : Seksualitas pada Wanita Hamil
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
KONSEP KEHAMILAN
a. Anatomi Alat-alat Kandungan
b. Fisiologi Alat-alat Kandungan
c. Proses Permulaan Kehamilan
d. Diagnosis Kehamilan
e. Perubahan Fisiologik Wanita Hamil
f. Adaptasi Kehamilan
1.) Adaptasi fisiologis
2.) Adaptasi psikologis
BAB III
PERUBAHAN YANG TERJADI PADA WANITA HAMIL
a. Trimester Pertama
b. Trimester Kedua
c. Trimester Ketiga
BAB IV
MITOS-MITOS TENTANG SEKSUALITAS PADA WANITA HAMIL
a. Mitos tidak benar
b. Mitos yang Benar
BAB V
SEKSUALITAS DAN KEHAMILAN
Konsep Seksual
Kebutuhan Seksual Wanita Hamil
Posisi-Posisi yang dianjurkan
Hal-hal yang tidak diperkenankan seksualitas pada wanita Hamil
BAB VI
Pentingnya
Isi buku
1. Seks adalah hal yang naluriah, alami, biologis, instingtif, dan berhubungan dengan keinginan dan kebutuhan dasar manusia. Sama seperti makan, seks masuk dalam wilayah kebutuhan-kebutuhan dasar yang (biasanya) harus terpenuhi, terkecuali bagi beberapa orang. Kebutuhan seksual menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia, sama dengan kebutuhan untuk bertahan hidup. Bahkan seorang Freud mengatakan bahwa hasrat seksual (libido) adalah sebuah hasrat untuk (bertahan) hidup. Berhubungan seks bagi pasangan suami isteri yang sah merupakan salah satu bentuk pernyataan kasih sayang, kebersamaan dan kedekatan perasaan dalam hubungan suami isteri. Namun, ketika sang isteri hamil, banyak kebingungan dan keragu-raguan bahkan ketakutan yang dialami oleh pasangan suami isteri dalam melakukan hubungan seks.
Hubungan Seks ataupun orgasme tidak berbahaya untuk bayi karena adanya lendir dari cervik (mulut rahim) dari ibu yang membantu melawan terhadap kuman / infeksi yang akan masuk ke dalam pintu rahim, dan secara alamiah Tuhan menciptakan suatu perlindungan yang aman pada bayi dalam kandungan, sehingga bayi terlindung. Bayi dalam kandungan berada dalam kantung rahim dan cairan ketuban serta otot rahim dan perut yang kuat yang melindungi bayi selama dalam proses kehamilan.

Tetapi, jika kehamilan anda termasuk kehamilan dengan RESIKO TINGGI , atau dokter mengantisipasi nya kemungkinan komplikasi, atau anda menemukan sesuatu gejala yang tidak biasa setelah atau selama melakukan hubungan seksual seperti rasa nyeri, kontraksi atau keluar darah, sebaiknya hubungi dokter anda sebelum anda melakukan hubungan seksual lagi.

Kebanyakan dokter akan menyarankan anda untuk tidak melakukan hubungan seksual pada kasus-kasus kehamilan tertentu misalnya:
• Ancaman keguguran atau riwayat keguguran.
• Placenta letak rendah (plasenta previa).
• Riwayat kelahiran premature .
• Perdarahan vagina atau keluar cairan yang tak diketahui penyebabnya serta kram.
• Dilatasi /pelebaran servik.
• STD atau penyakit seksual yang menular. Untuk kasus STD anda disarankan unutk tidak melakukan hubungan seksual sampai anda atau pasangan sudah diobati dan bebas dari penyakit itu.
Jika anda masih ragu-ragu untuk melakukan hubungan seksual selama kehamilan ini, jangan pernaj ragu untuk mengkonsultasikan hal ini dengan dokter anda.


BEBERAPA POSISI HUBUNGAN SEKS TERBAIK SELAMA KEHAMILAN :
• Posisi wanita diatas. Posisi ini yang paling nyaman untuk banyak ibu hamil terutama karena wanita hamil dapat mengontrol kedalaman penetrasi.
• Posisi duduk. Posisi ini biasanya pada kehamilan pertengahan atau lanjut dimana tidak memerlukan banyak gerakan. Pria duduk dan wanita duduk diatasnya saling berhadapan atau membelakangi yang pria bila perut sudah sangat besar. Posisi ini juga memungkinkan wanita untuk mengontrol kedalaman penetrasi.
• Posisi laki-laki diatas tetapi berbaring hanya separuh tubuh.
• Posisi berlutut atau berdiri. Yang paling penting dari semua posisi seks selama kehamilan ini adalah jangan meletakkan berat badan anda ke perut ibu hamil selama hubungan seksual atau batasilah tekanan diperut ibu hamil.
Yang tetap harus anda ingat, bahwa hubungan seksual dapat menjdi salah satu bagian penting dalam pernyataan perasaan kasih saying, rasa aman dan tenang, kebersamaan, kedekatan perasaan dalam hubungan suami isteri. Tetapi jangan menjadikan hubungan seks memegang peranan paling berkuasa dalam keselarasan hubungan suami isteri. Anda tetap dapat menyatakan perasaan kasih sayang dengan saling bertukar pikiran (komunikasi), berpelukan, ciuman, ataupun pijatan tanpa harus melakukan hubungan seksual. Yang terpenting mencoba untuk saling mengerti keinginan pasangan.

2. Keistimewaan Buku
Buku ini setiap babnya di tunjang dengan hasil-hasil penelitian terkait, disajikan dengan bahasa ringkas dan jelas serta gambar berwarna sebagai penjelas yang diharapkan pembaca dapat mengerti dan memahami apa yang di maksud isi buku ini. Semoga buku ini mudah dipahami oleh mahasiswa, dosen keperawatan/kebidanan, perawat serta masyarakat umum.
3. Suplemen Penunjang
Buku ini di sertai dengan tabel, grafik dan gambar-gambar penunjang.
4. Sasaran Kelompok Pembaca
Masyarakat umum terutama ibu yang sedang hamil. Mahasiswa dan dosen keperawatan baik D III maupun S1 Keperawatan. Perawat dan bidan praktisi, baik di rumah sakit maupun puskesmas yang kesehariannya bersentuhan langsung dengan layanan kesehatan ibu dan anak.
5. Prasyarat Bagi Pembaca
-
6. Uji coba buku
Materi dalam buku ini telah sarankan oleh para dokter kandungan dalam memotivasi dan memberi pengarahan kepada para pasiennya terutama pada ibu hamil. Hasilnya para dokter mengatakan bahwa pasiennya tidak mengalami gangguan seksualitas selama kehamilan. Suami bisa mengerti keadaan istri dan istri bisa lebih nyaman dalam menghadapi kehamilannya.

C. Latar Belakang Penulis
1. Nama : Edy Rudianto
2. Tempat,Tanggal Lahir : Jember, 30 Maret 1985
3. Pendidikan :
SDN 1 Balung Lor (1998)
SLTP Negeri 1 Balung (2001)
SMA Negeri 1 Balung (2004)
D1 Manajemen Informatika (Java Informatika) (2005)
AKPER Muhammadiyah Jember (2008)
S1 FIKES UNMUH Jember ( masih ditempuh)
4. Pekerjaan : Perawat UGD Puskesmas Balung
5. Alamat : Jln. Lombok 324 RT 01 RW V Balung Lor-Balung-Jember
Telpon.rumah : 0336 623154
Hand Phone : 081336708061
6. Status : Belum menikah
7. Penelitian yang pernah dilakukan :
Pengaruh Gaya Hidup Mahasiswa Terhadap Endemik Hepatitis A Dikawasan Kampus Universitas Negeri Jember (2006).
Faktor – faktor yang Mempengaruhi Ibu Memberikan Makanan Tambahan (PMT) sebelum Bayi Berumur 6 Bulan di Desa Balung Lor Kecamatan Balung Kabupaten Jember (2008).
D. Buku Pesaing
-
E. Pasar Potensial
Masyarakat Umum terutama pada ibu hamil
Komunitas perawat, Mahasiswa dan bidan.
Sosialisasi ke Dinas kesehatan ditujukan agar tehnik ini dapat dikenal masyarakat luas sehingga upaya promotif kesehatan dapat segera dilakukan kepada masyarakat sehingga pencapaian derajat kesehatan dapat optimal.
F. Bab – bab contoh
BEBERAPA POSISI HUBUNGAN SEKS TERBAIK SELAMA KEHAMILAN:

Posisi wanita diatas. Posisi ini yang paling nyaman untuk banyak ibu hamil terutama karena wanita hamil dapat mengontrol kedalaman penetrasi.
Posisi duduk. Posisi ini biasanya pada kehamilan pertengahan atau lanjut dimana tidak memerlukan banyak gerakan. Pria duduk dan wanita duduk diatasnya saling berhadapan atau membelakangi yang pria bila perut sudah sangat besar. Posisi ini juga memungkinkan wanita untuk mengontrol kedalaman penetrasi.
Posisi laki-laki diatas tetapi berbaring hanya separuh tubuh.
Posisi berlutut atau berdiri.
Yang paling penting dari semua posisi seks selama kehamilan ini adalah jangan meletakkan berat badan anda ke perut ibu hamil selama hubungan seksual atau batasilah tekanan diperut ibu hamil.
Yang tetap harus anda ingat, bahwa hubungan seksual dapat menjdi salah satu bagian penting dalam pernyataan perasaan kasih saying, rasa aman dan tenang, kebersamaan, kedekatan perasaan dalam hubungan suami isteri. Tetapi jangan menjadikan hubungan seks memegang peranan paling berkuasa dalam keselarasan hubungan suami isteri. Anda tetap dapat menyatakan perasaan kasih sayang dengan saling bertukar pikiran (komunikasi), berpelukan, ciuman, ataupun pijatan tanpa harus melakukan hubungan seksual. Yang terpenting mencoba untuk saling mengerti keinginan pasangan.




















CURICULUM VITAE

Nama : Edy Rudianto
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat / Tgl Lhr : Jember, 30 Maret 1985
Unit Kerja : Perawat UGD Puskesmas Balung
Alamat rumah : Jln. Lombok 324 RT.01 RW.V Balung Lor-Balung-Jember.
No.Telp Rumah : (0336) 623154
No. HP : 081336708061
Alamat kantor : Jl.Rambipuji 132 Balung Lor-Balung-Jember
No.telp.kantor : (0336) 623088
7. Riwayat Pendidikan :
SDN 1 Balung Lor (1998)
SLTP Negeri 1 Balung (2001)
SMA Negeri 1 Balung (2004)
D1 Manajemen Informatika (Java Informatika) (2005)
AKPER Muhammadiyah Jember (2008)
S1 FIKES UNMUH Jember ( masih ditempuh)
8. Riwayat Pekerjaan : Perawat UGD Puskesmas Balung
9. Riwayat Keluarga :
Ayah : Sukari
Ibu : Supiati
10. Riwayat Organisasi :
Pengurus Cabang Olah Raga Karate ( KKI ) Ranting SMAN 1 Balung
Pengurus Koperasi Siswa ( KOPSIS ) SMAN 1 Balung
11. Karya ilmiah :
Pengaruh Gaya Hidup Mahasiswa Terhadap Endemik Hepatitis A Dikawasan Kampus Universitas Negeri Jember (2006).
Faktor – faktor yang Mempengaruhi Ibu Memberikan Makanan Tambahan (PMT) sebelum Bayi Berumur 6 Bulan di Desa Balung Lor Kecamatan Balung Kabupaten Jember (2008).

12. Karya yang sudah di publikasikan: -